Tampilkan postingan dengan label Cerita Apa Saja. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerita Apa Saja. Tampilkan semua postingan

Minggu, 21 Februari 2016

Menulis Lagi? (bagian 2)

Kamu belum bosan membaca ceritaku? Terima kasih.

Aku akan cerita tentang kuliahku. Ya, aku memutuskan kuliah lagi. Aku sudah merencanakan akan kuliah lagi setelah 2 tahun kerja. Beruntungnya aku, aku bisa mewujudkannya, walau ada yang meleset. Aku memperkirakan akan kuliah dengan duduk manis fokus kuliah saja dan dapat beasiswa. Sebaliknya, ternyata aku harus pontang-panting membiayai kuliah sendiri sambil bekerja, tapi ini tetap harus disyukuri. Tidak banyak yang dapat kesempatan seperti ini, bukan? Hehe.

Tidak sulit untukku menentukan meneruskan ke bidang apa. Sejak semester pertama kuliah S1, aku lurus tertarik ke ilmu bahasa, linguistik, bukan sastra. Meski jurusanku bernama jurusan sastra, aku sadar sesadar-sadarnya aku hanyalah penikmat sastra kelas ecek-ecek saja yang senang baca dikit-dikit lalu lupa siapa pengarangnya, duh maafkan. Meski demikian, aku sangat mendukung pengajaran sastra di sekolah yang sebaik-baiknya, bukan yang hafalan. Oleh karena itu, sekarang ini, aku sedang menggagas pelatihan pengajaran sastra yang baik untuk guru-guru (melalui program kantor). Aku juga senantiasa mendukung jika ada yang mempelajari sastra yang hubungannya dengan pengajaran untuk anak-anak, pengelolaan buku-buku yang sesuai untuk anak-anak, uhhh, ini menarik.

Sejak kuliah S1, aku sudah tertarik dengan psikolinguistik. Aku membaca satu buku pengantar yang ditulis oleh Prof. Soenjono Darmowidjojo (semoga ejaannya benar) lalu aku sangat tertarik. Sayangnya, aku tak menemukan buku lain tentang psikolinguistik. Ada satu lagi yang ditulis beliau juga tentang penelitiannya pada cucunya sendiri. Tetap saja belum memuaskan. Sayangnya, di S1, psikolinguistik tidak diajarkan. Untuk itu, aku harus mengejarnya di S2, bukan? Sama sekali bukan alasan (meneruskan kuliah) yang idealis dan visioner, wkwkwk.

Menulis Lagi? (bagian 1)

Rasanya, sudah bertahun-tahun aku berhenti menulis. Tulisan terakhir di blog ini (bukan terakhir juga, itu yang judulnya “Tidak Salah!”, tapi sesungguhnya salah besar, haha) kutulis sekitar 2 tahun lalu. Tentang apa? Apalagi kalau bukan kisah cinta kanak-kanak. Itu cerita cinta pertama, sebetulnya ada yang kedua, tapi malas nulisnya. Aku memang tidak pernah pacaran, tapi sebagai perempuan biasa yang lemah dan sering makan mecin, aku pun pernah tertipu (oleh indahnya dunia…), wkwkwk. Sudahlah. Aku rasa menulis kisah cinta sudah tidak terlalu menarik dan tak perlu lagi dibicarakan. Aku percaya laki-laki itu baik. Hanya saja mereka menyebalkan.

Hah. Jadi, sekarang aku mau menulis apa? Hei, aku belajar merajut. Agak drama di awal aku belajar. Temanku yang sudah pandai duluan langsung menanyaiku aku ingin membuat apa, buat tas, syal, bros, dll? Mungkin, cara belajarnya dan belajarku berbeda. Aku tidak bisa belajar seperti itu sesungguhnya. Di awal belajar, aku tidak bisa membayangkan akan membuat apa. Aku hanya bisa berpikir sampai batas merajut itu apa dan bagaimana. Sama seperti saat aku masuk Jurusan Sastra Indonesia, orang-orang repot menanyai dan mengkhawatirkanku akan jadi apa. Tentu saja, aku tidak berpikir jadi apa saat mendaftar, sungguh, aku hanya mengikuti naluri aku ingin belajar itu. Itu saja. Sama sekali bukan visioner, bukan? Wkwkwkwk.

Senin, 16 Desember 2013

Untuk Seseorang di Pusaranya...

Kini permintaan maafku hanya akan melayang-layang di udara. Ucapan terima kasihku sudah tidak bermakna. Terlambat. Seharusnya, kau hidup lebih lama agar aku bisa melihatmu bahagia. Menjadi penulis inspiratif dan juga menemukan cinta.

Senin, 23 September 2013

Sapa Setelah Sekian Lama Hampa

Halo halo...saya ini penulis yang malas sekali, ya. Sudah berapa abad laman ini tak kutengok. Sempat juga laman ini tak bisa kubuka. Kelabakan. Mau bikin lagi...huhu...sayang sekali. Alhamdulillah...udah bisa dipulihkan alias bisa ditengok lagi. Hehehe....

Wow, banyak tulisan alay, ya. Ada beberapa tulisan yang belum selesai. Catatan skripsi, juga cerita cinta di masa lalu.

Ah, sudahlah. Tak perlu diteruskan, ya, tulisan-tulisan itu. Malas. Hahaha...

Minggu, 16 Juni 2013

Tidak Salah !



Kau sudah menolakku. Dulu. Saat itu, sambil tertawa kubilang aku suka padamu. Aku membuatnya seolah-olah candaan. Lalu, kau menyuruhku untuk menyukaimu selamanya. Kita tertawa. Ah. Tidakkah kau merasa aku sangat serius saat itu? Tidakkah kau sadar selorohmu itu adalah perintah bagiku? Sesaat kemudian, kau bilang, "kita teman". Kau menolakku. Iya. Aku merasa kau menolakku.


Jumat, 14 Juni 2013

Tentang Skripsi #1


Hei!
Skripsi saya sudah selesai. Sudah berminggu-minggu yang lalu. Bukan sombong. Saya menyelesaikannya cepat-cepat karena ingin segera DIBACA sama dosen! Biar cepat dapat revisi!
Huh! Harapan itu pupus. Sampai hari Rabu pagi kemarin saya masih berpikir bahwa dosen pembimbing saya akan banyak memberi coretan revisian dan memberi banyak-banyak masukan. Skripsi saya akan KEREN!

Awrrr...tidak.

Papah (pak dosen) hanya bilang skripsi saya sudah bagus! Koreksiannya yeyeyelalalauuu, gitu deh, tentang salah tik, fotokopian data burem, lalalili gitu. Saya dibilang bikin malu gara-gara salah tulis tanda yang seharusnya titik dua (:), tapi saya tulis titik (.). Yaelah bapaaaakkkkk...pengen teriak saya. Konten, Pak, konten saya bagaimana? "Bagus. Cukup buat saya."

Saya senang? Hah. Saya malah menangis gegulingan. Lucu, ya. Iya, betul, saya menangis. Lubang menganga di skripsi saya terlihat begitu nyata di mata saya. Saya tak tahu bagaimana menutupnya. Dan, papah bilang bagus. Bagus? Bagus? Owh.

Iri dengki saya menjadi-jadi kala teman pulang dengan skripsi penuh coretan, penuh masukan, lama sekali bimbingan yang saya dengar diselingi pujian. Oh. Saya? Saya? Bagus. Sudah bagus.

Huft. Saya belum puas. Iya, saya belum puas. Mungkin ini sudah risiko saya mengambil teori yang memang belum diajarkan. Saya belum menguasai betul. Dosen juga sudah tahu, lalu membiarkan saya riang gembira bermain-main dengan mainan baru itu. Huft.

Saya akan harus lanjut S2. Harus. Kenapa? Saya ingin mengulang dari awal. Belajar semuanya dari awal. Ya, saya berjanji untuk sabar--sabar dalam memperdalam ilmu.

Kamis, 13 Juni 2013

Hukum Kekekalan Energi #1

Kemarin, ada teman yang bertanya tentang terjemahan yang bagus dari buku yang dibacanya.
"Matter is indestructibel"--kira-kira artinya 'materi tidak dapat dimusnahkan'.

Kalimat itu mungkin merujuk pada hukum kekekalan energi.
"Energi itu kekal. Energi tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan. Energi hanya dapat diubah dari bentuk satu ke bentuk lain."

Hafal benar, ya, aku. Dulu, fisika teori itu kegemaranku, tapi aku tak suka matematikanya. Hahaha...

Aku suka mengaitkan segala konsep yang pernah aku pelajari. Dan, hukum kekekalan energi adalah salah satu hukum fisika yang bisa kukatakan menjadi prinsip hidup yang kupegang.

Energi tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan. Aku tak bisa tiba-tiba memiliki energi untuk mencintai sesuatu--sebagaimana aku juga tak bisa tiba-tiba memusnahkan rasa cinta pada sesuatu. Aku tak bisa tiba-tiba memiliki energi untuk membenci sesuatu--sebagaimana aku juga tak bisa tiba-tiba memusnahkan energi untuk membenci sesuatu.

Tapi, aku bisa mengubahnya.

IRI: Pelajaran dari Film Korea

Kemarin, aku menonton film Korea, film horor. Ah, tidak terlalu seram, malahan sedikit melodrama. Kisah sepasang sahabat...ah...ini membuatku mengenang sahabat-sahabatku. Ceritanya tentang persahabatan yang retak bahkan hancur gara-gara iri dengki.

Tragis. Sepasang sahabat itu sama-sama suka balet. Yang satu lebih berbakat. Yang satunya, iya, dia iri, sangat iri. Karena irinya, diam-diam ia mendoakan yang buruk untuk sahabatnya, diam-diam ia menaruh pecahan kaca dalam sepatu balet sahabatnya. Sahabatnya itu tahu tentang pecahan kaca itu, tapi ia diam saja. Membiarkan kakinya tertusuk kaca saat menari. Membiarkan tusukan kaca itu dari sahabatnya. Apa yang ia pikirkan, mungkin ia ingin merasakan rasa sakit sahabatnya dari pecahan kaca itu.

Padahal, ia selalu ingin menjadi sepasang balerina dengan sahabatnya. Bakat dan usahanya yang menjadikannya di puncak serasa tak lengkap tanpa sahabatnya itu.

Tapi, apa boleh buat. Mungkinkah ia akan berperilaku sama jika ia ada di posisi sahabatnya?
Huh. Betapa iri itu seburuk-buruknya sifat.

Suatu hari, aku bertengkar dengan sahabatku. Awalnya, kupikir tak ada masalah. Kita makan bersama seperti biasa. Bercerita macam-macam seperti biasa. Lalu tiba-tiba, ia menghabiskan minumannya dengan kasar, meletakkan gelas dengan kasar hingga suara benturannya tak akan pernah aku lupakan. Terlebih kata-katanya kemudian. "Aku iri sama kamu!", lantang sekali kata-katanya. Oh Tuhan, apa yang membuatmu seperti ini? Kau terluka. Aku juga terluka.

Tapi, iri itu wajar. Aku pernah. Tapi, untuk apa? Lama-lama aku lelah. Lebih baik berfokus pada keunggulan diri sendiri dan berguru pada orang yang aku pandang punya kelebihan. Iri pada orang yang punya kelebihan lalu mendoakan yang buruk itu rugi saja. Lebih baik belajar darinya bagaimana ia mendapatkan itu semua, bekerja sama, dan bantu ia juga--lalu ia akan membantumu atau Tuhan yang akan membantumu.



Temanku...

Temanku, betapa aku sama sekali tak ingin meninggalkanmu. Sedikitpun aku tak ingin melupakanmu. Sungguh aku merasa berdosa jika sejenak melupakanmu, sejenak membencimu, sejenak tak ingin kau datangi...

Temanku, kau terkadang membuatku terharu,
sakit yang kau derita itu...
Aku berjanji, aku selalu siap mendengar ceritamu.

Temanku,
jika kau mau, mari kita bersulang utk air mata dalam gelasmu dan gelasku.

Jumat, 07 September 2012

Proyek di Pasar Ikan

Hai, kau. Tengah malam aku terbangun. Sudah biasa aku seperti ini, tidur setelah magrib atau isya' lalu terbangun tengah malam. Biasanya susah tidur lagi. Apalagi kalau sedang mengkhawatirkan sesuatu. Aku bercerita padamu saja.

Sekarang ini aku sedang mengerjakan projek di Pasar Ikan di Jakarta Utara. Ini untuk kompetisi bisnis sosial yang diadakan oleh sebuah perusahaan. Tim kami terdiri dari 5 orang. Kami akan membuat sebuah kampung wisata di daerah ini.

Sebenarnya, kami punya blog yang menceritakan kegiatan-kegiatan kami, di sini http://meltingpotproject.tumblr.com/. Berkunjunglah jika sempat. Hehehe...

Di Jakarta, ada agen-agen yang menyalurkan wisatawan asing untuk berjalan-jalan di daerah-daerah kumuh dan miskin di Jakarta. Apa kau tahu hal ini? Apa kau juga merasa ini menyedihkan? Ya, kalau boleh agak kasar aku berkata, orang asing itu dibawa berkeliling untuk semacam "wisata kemiskinan".

Agen-agen seperti itu sudah lama ada dan belum ada perubahan di lokasi-lokasi miskin itu. Aku dan teman-teman juga dibantu dosen pembimbing membuat proyek di sana dengan tujuan dapat membantu mereka untuk mendapat penghasilan tambahan.

Kami akan bekerja sama dengan agen tour itu. Mereka akan memberikan kursus, terutama bahasa Inggris, untuk beberapa warga agar mereka bisa menjadi tour guide. Agen itu juga akan membantu menyalurkan wisatawan ke tempat ini. Eh, lokasi itu berada di antara 12 destinasi wisata pesisir, lho, memang banyak wisatawan asing yang berseliweran di sini.

Selain itu, kami akan membantu warga memperbaiki rumah mereka untuk tempat menginap bagi turis. Kami juga membantu mereka membersihkan pemukiman itu yang penuh sampah dan memperbaiki kebiasaan mereka yang suka buang sampah di laut. O ya, aku belum cerita, masyarakat di sini membangun rumah di atas laut, dekat pelabuhan Sunda Kelapa, dan mereka juga selalu membuang sampah di laut. Mengapa? Tentu karena kemiskinan. Orang-orang itu hanya berpikir hari ini bisa makan tanpa peduli lingkungan.

Begitulah cerita singkatnya. Kapan-kapan aku cerita lagi. Doakan, ya, agar proyek ini berhasil !!! ^_^

Rabu, 05 September 2012

Kejutan yang Menyenangkan. Terima Kasih.

Hai, kau, apa kau tahu kalau akhir Agustus lalu aku ulang tahun?

Tidak pernah ada yang merayakan ulang tahunku, bahkan keluargaku sendiri. Memang aku sendiri yang tidak mau, sih. Aku tidak suka menspesialkan hari-hari tertentu. Hari ulang tahun, bagiku adalah pengingat bahwa kesempatanku hidup di dunia berkurang. Aku akan merenungi apa-apa yang sudah aku lakukan, apa yang bermanfaat dan apa yang tidak. Kalau ada yang mendoakan, aku sangat berterima kasih.

Begitulah aku. Kau harus mengerti. Aku juga tidak terlalu peduli dengan ulang tahun orang lain, jarang aku bisa mengingat. Maaf. Tapi, sekarang aku sedikit berubah, lho. Aku jadi suka ikut membuat kejutan untuk teman yang ultah. Sepertinya, memberikan perhatian semacam itu membuat orang bahagia.

Di ultahku tahun ini banyak yang memberikan ucapan selamat dan doa. Aku sangat berterima kasih. Ada juga yang memberikan perhatian lebih yang membuatku terharu. Temanku sebangku waktu SMP mengajakku makan di restorannya...hmmm...gratis, lho, ehehehe... Adikku yang paling kecil membeli bros-bros lucu untukku. Satu lagi, teman sekamarku di kos, dia menaruh kado di atas mejaku saat aku tertidur. Saat bangun, kukira kado itu milik temannya yang tertinggal. Wah, ternyata buat aku. Banyak hal yang membuatku senang, termasuk ucapan-ucapan ulang tahun yang lucu-lucu dari teman-temanku. Walau beberapa di antaranya agak menyebalkan. Hahaha... Tidak apa-apa, aku suka.

Bagaimana denganmu? Aku harap suatu hari kita bisa merayakan ulang tahun bersama.

Senin, 03 September 2012

Tanggamus, Lampung: Cerita-Cerita tentang Bukit Pertambangan


Kami bertemu dengan orang yang termasuk lama tinggal di pemukiman itu.  Berdasarkan ceritanya, pertambangan emas itu dulunya adalah hutan. Dulu, yang membuka lahan di tempat itu adalah perantau tangguh dari Padang dan Bugis. Orang Jawa sebenarnya mengikuti  jejak mereka. Meski begitu, yang tinggal di sana sekarang banyak dari kalangan orang Jawa. Daerah itu juga termasuk daerah transmigrasi.

Orang-orang pendatang menanam berbagai tanaman, seperti kopi dan kakao. Ada juga cengkeh yang ditanam orang Bugis yang sekarang sudah mulai ditinggalkan. Hutan yang ditanami itu juga termasuk kawasan hutan lindung.

Dulu, sebelum menjadi lokasi tambang, daerah itu menjadi lokasi perusahaan kayu. Karena tidak maju, perusahaan itu gulung tikar. Suatu hari ditemukanlah potensi mineral emas di daerah tersebut. Mulailah observasi dan masuklah para ekspatriat mendirikan perusahaan tambang di sana.

Yup, ada lagi yang ingin kuceritakan. Apa dampak dari adanya perusahaan itu? Limbah? Aku tidak pandai membicarakannya. Setahuku dari sedikit mencuri dengar, perusahaan ini menyedot banyak pekerja. Mengurangi banyak pengangguran, ya? Banyak yang berminat bekerja di sana meskipun pekerjaan ini berbahaya karena mereka harus menambang di goa-goa. Kalau sedang ada gempa dan longsor berbahaya, kan?

Berikut ini adalah pemikiran temanku. Banyak pekerja tambang yang dulunya petani. Bagaimana ini? Mineral emas tidak selamanya ada. Ketika sumber daya itu habis, para pekerja itu harus mencari pekerjaan lain.  Apa mereka bisa kembali menjadi petani? Apakah lahan pertanian yang sudah disulap menjadi pertambangan bisa dikembalikan menjadi area pertanian dan perkebunan yang subur kembali?

Bagaimana kalau menurutmu? Seperti apa pengelolaan potensi tambang yang bijak?

Tanggamus, Lampung: Perjalanan di Bukit Sekitar Tambang

Aku dan kedua temanku menumpang di mobil yang khusus membawa pekerja tambang. Kami turun di Talang Topa, Lampung Barat. Ya, bukan wilayah Tanggamus lagi sebenarnya. Lokasi ini berada sekitar 2 kilometer dari pertambangan.

Perjalanan menuju lokasi ini sangat terjal dan sepi. Agak menakutkan memang. Bayangkan, akses masyarakat di sini menuju lokasi ramai sangat jauh. Pemukiman di sini beberapa di antaranya sudah bagus. Menandakan pemiliknya orang berada. Banyak juga rumah-rumah dari kayu atau bambu bergaya Lampung dan Jawa. Ada kantor polisi dan tempat peribadatan juga. Area sekitar tambang dibagi dalam blok-blok. Entah, ada berapa blok aku tidak tahu. Saat itu, kami turun di blok 4.




 Ya, kami turun sekitar 2 kilometer dari pertambangan. Kami bermaksud berbincang dengan warga di sana, tetapi semua rumah seakan tertutup untuk kami. Karenanya, kami memutuskan berjalan mencari pemukiman lain. Kami berjalan menuruni bukit sekitar 3,5 kilometer hingga menemukan pemukiman lain, yakni blok 10.
Sepanjang perjalanan, banyak hal membuatku kagum. Udaranya sejuk tentu saja. Banyak area perkebunan. Yang banyak adalah kopi dan kakao. Berbeda dengan pekon yang saya tinggali. Pekon yang saya tinggali dihuni oleh orang Lampung asli dan tidak ada pendatang. Ternyata, pemukiman di sini dihuni oleh masyarakat dari berbagai suku. Ada warga yang mengaku orang Japung, yakni campuran Jawa dan Lampung. Terdengar juga sayup-sayup bahasa Jawa, Sunda, dan Lampung di sini. Di sini, desa tidak disebut pekon, tetapi kalau tidak salah perwatin. Ah, maaf, aku juga lupa.

Tanggamus, Lampung: Perjalanan ke Pemukiman Dekat Pertambangan

Masih tentang pengalamanku di Tanggamus, ya. Cuma 4 hari, tapi aku mencoba memahami di sini.

Di Tanggamus tepatnya masuk wilayah Pekon Gunung Doh, ada perusahaan tambang emas, lhoh. Menurut seorang warga, sebenarnya status wilayah pertambangan ini sempat diperebutkan, yakni masuk Lampung Barat atau Tanggamus. Ya, karena daerah pertambangan ini memang berada di perbatasan. Pertambangan ini akhirnya diakui milik Tanggamus.

Pekon yang aku tinggali berada jauh dari lokasi pertambangan. Untuk mencapainya, butuh sekitar 3 jam dengan kendaraan roda 4 jenis elp. Untuk mencapai lokasi tambang tidaklah mudah.

Hanya pekerja yang memiliki izin masuk lokasi pertambangan. Bisa juga orang-orang tertentu yang berkepentingan diizinkan masuk ke lokasi dan tentu saja dipertanyakan dulu apa kepentingannya. Proses perizinannya sangat ketat. Aku? Aku tidak punya izin untuk memasuki wilayah tambang. Baiklah, tapi aku punya keberuntungan untuk berada sedikit dekat dengan lokasi.

Tidak ada sarana transportasi umum ke sana. Kalau mau kita bisa sewa ojek, tapi bayar 100 ribu rupiah. Gila, ya? Kalau aku, aku tidak akan mau mengeluarkan uang sebesar itu. Hehehe...

Tiap pagi dan sore ada mobil elp yang membawa pekerja tambang pulang pergi ke lokasi. Aku dan kedua temanku meminta diantar oleh mobil ini. Ya, kami menyetop bus dan meminta ikut. Sebenarnya, ini tidak boleh dilakukan karena mobil itu memang khusus untuk pekerja. Akan tetapi, banyak juga warga yang bermukim di sekitar lokasi tambang menggunakan transportasi ini untuk perjalanan turun bukit atau kembali ke rumahnya yang aksesnya sulit dijangkau itu.

Kami diizinkan ikut. Ah. Senang sekali. Tapi, tanpa kita ketahui, seseorang di bus itu melapor pada atasannya di perusahaan tambang bahwa ada mahasiswa yang masuk lokasi tambang tanpa izin. Wah, wah, wah, tentu saja kami dapat sedikit masalah mengenai ini. Namun, ada kesalahpahaman juga di sini. Kami tidak pernah masuk lokasi tambang. Kami hanya berkeliling di pemukiman dekat lokasi tambang.

Ada cerita apa saja di sana? Sebentar, akan kuceritakan, simpan untukmu saja ya...

Minggu, 02 September 2012

Tanggamus, Lampung: Tingkat Kriminalitas yang Tinggi

Sebelum cerita, aku perlihatkan foto dulu, ya.
Hei, menurutmu, foto spanduk ini seram, ga sih?

Foto ini kuambil di Kota Agung. Menuju ke Kota Agung, aku naik bus dari Bandar Lampung. Dalam penantian ke tempat tujuan, aku banyak mencuri dengar kisah-kisah kriminalitas dari obrolan para penumpang.

Seram sekali. Di sana, perampokan dan pemalakan adalah hal yang biasa. Pencurian juga biasa. Dan, yang mengerikan, pencuri yang tertangkap sudah biasa dipukuli ramai-ramai. Bahkan, ada yang sampai meninggal.

Lihat saja spanduk itu. Spanduk itu tidak main-main. Tidak juga hanya di satu tempat, tapi aku melihatnya di beberapa tempat. Ke mana, ya, pak polisi? Hmm...tingkat kriminalitas di sini sangat tinggi. Mungkin, pak polisi kewalahan. Sampai ada spanduk mengerikan ini yang mengatasnamakan "masyarakat Kota Agung bersatu" yang menghalalkan main hakim sendiri.

Tukang ojek di sini juga terkenal berbahaya. Tiap ada penumpang turun dari bus akan ada banyak tukang ojek yang mengerubuti, merebut tas penumpang, memaksa kita naik ojek mereka, dan hati-hati bisa-bisa kau dimintai banyak uang di tengah jalan (dipalak). Ketika aku menyebutkan tempat di mana aku turun pada kondektur bus, kondektur mengamatiku dan langsung berkata bahwa aku bukan orang sana dan pasti belum pernah ke sana. Beliau menasihatiku bahwa tempat tujuanku itu sangat rawan kejahatan. Hmmm...baru juga sedikit menginjakkan kaki di seberang pulau Jawa, sudah terlihat hal yang baru.

Pekon/desa yang saya tinggali tidak kalah seram. Pekon ini adalah bagian dari Kecamatan Bandar Negri Semuong. Tiap sore hari, sangat biasa sekali banyak pemuda nongkrong di jembatan. Mereka memelototi pengguna jalan yang lewat. Hati-hati, jangan membalas tatapan mata mereka, bisa-bisa kau dikira menantang. Ujung-ujungnya piil pesenggiri lagi mungkin. Mereka tidak segan-segan memalak orang lewat, meminta uang atau barang. Kalau kau dipalak, lebih baik mengalah dan serahkan apa yang mereka minta karena mereka tidak segan-segan melakukan kekerasan, termasuk membunuh. Wah, seram, ini nasihat dari orang sana.

Tidak tahu mengapa hal ini terjadi. Aku sempat sedikit mencuri dengar, sepertinya mereka lebih mengincar orang-orang yang mereka sebut "pendatang". Hmmm...menarik, bukan?

Jangan bosan, aku masih punya banyak cerita.

Tanggamus, Lampung: Piil Pesenggiri dan Kaca Spion

Hai, apa kabar?

Kali ini, aku ingin cerita tentang Lampung.


Aku sudah cerita, ya, kalau beberapa waktu lalu aku pergi ke Lampung. Aku harus menempuh banyak peristiwa hingga sampai ke tempat ini. Di tempat ini juga aku menemui banyak peristiwa yang tidak akan aku lupakan. Aku hanya 4 hari di sana. Singkat memang, tapi asal kau tahu pengalaman ini membuatku berkenalan dengan banyak hal.

Sampai sekarang aku masih merasa sungguh-sungguh kagum. Kagum dengan Tuhan yang menciptakan manusia hingga beragam. Kagum dengan Indonesia yang punya banyak manusia yang berbeda. Seperti Lampung, cuma sekitar 3 jam menyeberang dari Pelabuhan Merak ke Bakauheni, aku sudah merasakan hal-hal yang sungguh berbeda dari Jawa.

Dari seseorang, aku sudah diberi tahu bahwa orang Lampung agak sulit diteliti. Mengapa? Mereka orang-orang yang keras. Jika kita mendapat hatinya, mereka akan baik. Jika kita menyinggungnya, tamatlah kita, bisa-bisa untuk selamanya. Kupikir ada benarnya. Watak orang Lampung asli yang khas adalah piil pesenggiri, yakni berkaitan dengan harga diri. Hargi diri mereka junjung. Siapapun yang melanggar piil pesenggiri mereka bisa-bisa seumur hidup tidak rukun lagi. Mereka punya semboyan lebih baik hancur daripada malu. Ini aku dengar dari tetua adat di pekon/desa yang aku tinggali.

Ada hal yang membuatku kaget ketika pertama kali tiba. Pikirku  ini berkaitan dengan sifat piil pesenggiri ini. Saat itu, aku dan kelima temanku naik angkutan umum dari Kota Agung menuju Kecamatan Bandar Negri Semuong. Awalnya, angkot kami berjalan mulus saja sampai tiba-tiba angkot diberhentikan dan terjadi pertengkaran yang hebat.

Tentu saja aku tidak terlalu mengerti apa yang mereka bicarakan karena mereka berbicara dengan bahasa Lampung. Namun, dengan bantuan bahasa tubuh aku mengerti apa yang mereka permasalahkan. Angkot itu sepertinya tidak sengaja melanggar sebuah motor ojek hingga spionnya lepas. Pemilik motor tidak terima dan terus mengejar angkot tersebut. Jadi, pelanggaran ini terjadi sebelum aku naik angkot itu.

Adu mulut yang terjadi sangat hebat. Orang-orang itu terlihat garang. Sopir angkot tidak berani keluar angkotnya. Mungkin kalau dia keluar bisa dipukuli. Sopir itu juga entah minta maaf atau tidak, tapi sepertinya tidak. Kedua pihak sama-sama bersikeras.

Aku dan teman-teman hanya berpandangan. Helloooo, berapa, sih, harga spion? Spion itu sebenanrnya juga tidak rusak atau pecah hanya lepas saja dan bisa dipasang kembali. Namun, pertengkaran karenanya sungguh lama, hebat, dan melibatkan banyak orang. Iya, banyak orang di situ, ada kawan-kawan sopir angkot dan ada kawan-kawan tukang ojek.

Tidak mengerti bagaimana penyelesaiannya. Yang kutahu, sopir angkot dibantu teman-temannya berhasil tancap gas meloloskan dari dari amukan tukang ojek. Saat kami angkot kami melaju, kulihat di belakang orang-orang itu masih tampak garang dan berbicara keras yang tidak kuketahui artinya.

Begitulah, Kawan, ini hanya pandangan dari seorang orang luar. Namun, bagiku ini menarik.



 

Sabtu, 01 September 2012

Seorang Anak Kecil

Baiklah. Udahan, ya, cerita tentang dia. Lain kali lagi. Percuma banyak cerita. Hanya mengulang saja.

Ada seorang anak kecil. Aku sangat sayang padanya. Dia putra seorang tetangga. Dia tampan. Jika kau memeluknya, bisa kau rasakan tubuhnya mungil, tulang dan dagingnya lemas. Kurasa umurnya sudah 2 tahun lebih, tapi ia belum juga bisa berbicara.

Aku sayang padanya. Entah. Tiap pulang ke rumah rasanya aku ingin bermain dengannya saja. Tiba-tiba, tadi malam aku merindukannya. Bagaimana kabarnya, ya?

Dia tumbuh dari janin yang mengagumkan. Suatu hari ibunya menderita stroke. Di saat yang bersamaan, ada janin yang siap berkembang di rahimnya. Tentu saja, ada 2 dokter yang berebutan untuk menyelamatkan, dokter syaraf dan dokter kandungan. Dokter syaraf menyelamatkan ibu. Dokter kandungan menyelamatkan janin. Oh, tapi, obat untuk ibu berbahaya untuk janin. Namun, jika ibu tidak diberi obat, janin selamat, tapi ibu terancam. Bagaimana?

Begitulah, si ibu akhirnya selamat dengan obat-obatan. Tidak ada yang menyangka janinnya juga selamat. Namun, bayi tampan yang lahir tanpa cacat itu mulai terlihat terhambat. Lama ia baru bisa berjalan dan sampai sekarang belum bisa berbicara. Tidak seperti teman-temannya, tapi dia sehat dan tidak cacat.

Aku suka dengannya. Saat kugendong, dia suka menunjuk-nunjuk apa saja di dekatnya sambil mengerang. Aku tahu. Dia pasti bertanya, "Itu apa?". Lalu, aku akan menyebut nama benda itu dan mempraktekkan bagaimana menggunakannya. Satu benda beralih ke benda lain. Satu kata beralih ke kata lain.

Aku merindukan anak kecil itu. Tatapan matanya itu membuatku merasa mungkin kami punya nasib yang sama.

Sekarang, dia sudah bisa berjalan dan semoga saja sebentar lagi ia berbicara lalu bercerita banyak denganku.

Dia mengingatkan aku pada cita-citaku. Linguistik klinik. Aku ingin berkecimpung di bidang itu, tapi belum tahu bagaimana.

Tanggamus, Lampung: Warisan Pusaka


Warisan. Awal Agustus kemarin aku pergi ke Lampung. Di sebuah dusun yang memiliki adat saibatin. Penduduk asli Lampung terbagi atas 2, yakni papadun dan saibatin. Papadun biasanya berlokasi di daerah pegunungan, sedangkan saibatin berada di wilayah pesisir.

Di sana, dusun disebut "pekon". Kebetulan, saya tinggal di pekon yang menganut adat saibatin. Di pekon yang saya tinggali selama 4 hari, warga dan tetua adat mengaku bahwa hukum waris di pekon ini mengikuti hukum adat. Seperti apa adatnya?

Harta warisan ada 2, yakni warisan pusaka dan warisan harta gono-gini. Warisan pusaka adalah warisan turun-temurun dari sebuah keluarga. Warisan ini secara otomatis akan jatuh ke tangan anak laki-laki tertua. Harta ini tidak boleh dibagi dan ahli waris bertanggung jawab penuh untuk menjaga keutuhannya.

Ahli waris juga bertanggung jawab penuh atas saudara-saudara dan kerabatnya hingga kehidupan mereka mapan. Sungguh berat, ya, tugas ahli waris ini? Memang.

Tiap budaya itu bagiku mengagumkan. Masing-masing memiliki kearifan dan tujuan ideal yang luhur. Sistem waris seperti ini akan membuat harta keluarga tetap terjaga keutuhannya. Ini berarti identitas keluarga tetap terjaga. Namun, bagaimana penerapannya?

Aku berbincang dengan banyak orang. Tentu saja hukum waris seperti ini banyak menuai masalah. Bayangkan, bagaimana jika ahli waris yang ditunjuk bukan orang yang bertanggung jawab. Harta keluarga terbengkalai, tidak produktif, habis, tamatlah identitas keluarga. Kerabat yang belum mapan tidak terurus. Aku berbincang dengan seseorang. Dia mengaku bukan pewaris harta keluarga. Dia bilang dia hanya bisa menerimanya karena hukum adat tidak bisa dibantah. Dan, tanyaku bagaimana dengan kehidupannya yang  seharusnya dibantu oleh ahli waris. Dia bilang, ya, memang wajar jika kesulitan minta bantuan, tapi bantuan ada jika memang ada dan wajar juga bantuan tidak selamanya ada.

Hmmm...jadi ingat keluargaku...

Hai...

Hei, lama sekali aku tidak menjenguk blog. Aku seperti tidak punya komitmen untuk menulis.
Bukan begitu. Hanya saja aku masih saja lebih menyukai diam. Entah sejak kapan. Apa menurutmu itu buruk? Sepertinya, kemampuan menulisku juga menurun drastis.

Banyak yang ingin kuceritakan, tapi aku tidak tahu aku harus mulai dari mana. Lalu, apakah tulisanku berguna untuk dibaca. Atau, aku hanya akan berkata-kata tiada guna.

Sebenarnya, aku sangat suka berbicara meski tidak denganmu, tapi denganku.
 

Senin, 21 November 2011

Kembali

Lama tidak mengunjungi blog. Seperti biasa, kadang-kadang aku merasa takut atau mungkin malu untuk menulis. Blog aku aku diamkan berbulan-bulan. Tepat satu tahun yang lalu, aku posting tulisan terakhir.