Tampilkan postingan dengan label Budaya Punya Cerita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Budaya Punya Cerita. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 08 September 2012

Sastra Lisan, Tradisi Lisan, dan Folklore

Semester ini, aku ikut kuliah Sastra Lisan? Apa itu? Istilah itu sebenarnya juga tidak terlalu tepat karena mengandung pengertian yang kontradiktif, tetapi istilah ini sudah terlanjur digunakan secara luas. "Sastra" dan "lisan", "lisan" yang "disastrakan", "sastra" yang "dilisankan" atau "sastra" yang disebarkan secara "lisan"? Sebenarnya, aku juga belum mengerti benar. Baru juga kuliah 2 jam, hehehe...

Bagaimana dengan tradisi lisan?
Sepakat, ya, kalau tidak semua bahasa memiliki sistem aksara? Bahkan, sampai sekarang, lho, masih ada bahasa yang tidak memiliki aksara atau aksaranya mengadaptasi bahasa lain, contohnya bahasa Indonesia, hehe...sebenarnya, dulu bahasa Indonesia hampir memiliki aksara sendiri, tapi...ah...nanti saja ceritanya...
Nah, untuk hakikatnya bahasa itu sistem bunyi, jadi bahasa memang tidak harus beraksara. Sekolompok masyarakat pasti memiliki budaya. Budaya meliputi banyak hal. Segala ilmu dan kesenian dari suatu masyarakat yang belum mengenal tulisan tentu akan diwariskan secara lisan. Inilah tradisi lisan. Namun, tradisi lisan belum tentu berhenti ketika sistem aksara sudah ada, contohnya masih banyak pelaku-pelaku seni yang belajar secara otodidak bukan dari buku (sistem aksara sudah ada, lho).

Di dalam tradisi lisan, ada sastra lisan. Sudah kubilang, aku belum mengerti benar. Sastra lisan adalah bagian dari tradisi lisan. Ini karena tradisi lisan berwujud banyak hal, misalnya ilmu pengobatan, ilmu membaca alam, dan ilmu lain menurut kearifan lokal masing-masing budaya. Menurut pemahamanku, sastra adalah salah satu produk budaya yang berupa cerita. Cerita bisa diwujudkan dalam banyak bentuk, seperti lagu, pantun, syair, puisi, dan prosa. Jadi, sastra lisan adalah bentuk-bentuk sastra yang disebarkan atau dilakukan secara lisan. Semoga kesimpulanku ini benar, haha...

Nah, ada lagi istilah foklore. Baunya bahasa Inggris, nih. Folklor dari kata "folk" dan "lore". "Folk" berarti manusia kolektif dan "lore"  berarti tradisi. Jadi, folklor adalah...jeng jeng jeng...pusing, haha... Manusia yang kolektif secara bersama-sama menghasilkan kebudayaan. Berbagai produk budaya itu diwariskan turun-temurun. Produk budaya ada yang berupa lisan, tulisan, dan berupa benda. Oleh karena itu, folklor tidak sama dengan tradisi lisan.

Nah, jelas bahwa folklor bukan bagian dari tradisi lisan, tapi apakah tradisi lisan bagian dari folklor? Bukan juga, tradisi lisan dan folklor berbeda meski mungkin ada bagian yang tumpang tindih. Namun, yang aku pahami adalah folklor menekankan pada manusia yang kolektif, yakni kita harus melihat suatu produk budaya yang diwariskan turun-temurun sebagai hasil dari olah pemikiran manusia. Sedangkan, tradisi lisan lebih menekankan pada budaya yang diwariskan dan dikomunikasikan secara lisan.

Kau bingung? Aku juga, haha...tulisan ini tidak ilmiah, kau boleh percaya atau tidak. Yang jelas aku menulis jujur sesuai yang kupahami. Aku belum membaca buku, hanya artikel koran yang disalin di blog, ini http://cabiklunik.blogspot.com/2010/11/merevitalisasi-atau-membunuh-tradisi.html.

Tidak perlu kutipan atau daftar pustaka, ya? Kita bergosip saja. Lagipula kadang aku ingin kembali ke masa lalu saat ilmu itu milik bersama, tidak dikomersilkan, dan tidak perlu klaim hak cipta atau hak kekayaan intelektual atau klaim-klaim yang lain.

Selasa, 04 September 2012

Pesan yang Kekal

Ada pesan yang kekal dalam kata, sebagaimana ada juga pesan yang kekal dalam untaian DNA.

DNA itu terdiri dari untaian protein. Ada namanya, ya? Berantai-rantai di satu sisi lalu protein-protein itu disalin di sisi lain. Begitu seterusnya hingga terpilin banyak. Tidak akan ada kesalahan. Terjadi secara otomatis.

Kecuali terjadi sesuatu, misalnya tubuhmu di sorot sinar beradiasi tinggi hingga mengacaukan pesan-pesan yang dirangkai DNA. Namanya mutasi gen. Mutasi gen tidak berlangsung serentak untuk seluruh umat manusia, kan. Ya. Hanya seorang saja yang DNA-nya bermutasi. Orang ini berketurunan lalu pesan-pesan DNA diwariskan sama persis ke anaknya. Anaknya ke anak anaknya ke anak anaknya anaknya. Begitu terus. Manusia jadi bermacam-macam.

Tetap saja ada pesan yang kekal dalam DNA. Pola mutasinya pun bisa dilacak.

Sama seperti kata. Kau berbahasa. Bahasa yang kaumaksud bahasa, ya, harus dimengerti manusia. Bahasamu dipakai oleh komunitasmu. Kau juga. Tiba-tiba, seseorang begitu ia bangun tidur lidahnya kaku. Parahnya ia ditiru. Ditiru. Dan terus ditiru. Ditambah. Ditambah. Dikurangi. Dikurangi. Ada yang hilang. Ada yang berubah. Bahasa manusia jadi ada macam-macam. Tetap. Ada yang kekal. Pesan-pesan kekal itu bisa dilacak.